The Umbrella Academy mengakhiri perjalanannya pada musim keempat usai lima tahun melompat ke sana-sini untuk menyelamatkan dunia. Serial adaptasi dari komik karangan Gerard Way dan Gabriel Bá, ini berakhir dengan penuh pertanyaan. Hal yang paling dasar ialah mengapa kualitas dan pemasaran dari Netflix mengalami penurunan?
Musim pertama The Umbrella Academy (2019) terasa menarik sebab jadi alternatif kisah pahlawan super yang keras dan penuh konspirasi. Artistiknya pun sangat menarik. Gaya serial Netflix yang kerap menggunakan teknologi analog ‘80-an dicampur dengan teknologi serta efek visual futuristik juga ditampilkan di sini. Serial ini pun meledak pada awal kemunculannya.
Memasuki musim kedua, lagi-lagi, serial ciptaan Steve Blackman ini dengan dalam membahas perjalanan waktu dan mulai menyinggung multisemesta. Tema ini sebenarnya sudah diledakkan duluan oleh film-film Marvel sebelumnya. Namun, dengan nuansa menyenangkannya dan pesona Aiden Gallagher sebagai Five, The Umbrella Academy bisa mempertahankan eksistensinya sebagai serial yang bagus dan populer.
Sayangnya, memasuki musim ketiga entah apa alasannya, ada pemasaran yang kendur dari Netflix. Kualitasnya pun menurun. Padahal, pada musim ketiga itu, serial ini seperti mencapai klimaks dengan konsekuensi terbesar. Namun, penulisannya terasa berbelit-belit dan permasalahannya jadi repetitif. Para karakternya pun makin terasa egois dengan lebih mementingkan diri mereka ketimbang dunia.
Sejak awal memang terlihat bahwa para pahlawan di Umbrella Academy punya masalah dengan aktualisasi diri mereka. Terlalu lama dikekang oleh ayah angkat mereka sendiri, Reginald (Colm Feore), menjadikan diri mereka seperti bocah labil yang haus akan pengakuan. Lalu, ketika mereka punya masalah dalam masing-masing dirinya, mereka akan menyalahkan Reginald lagi.
Hal tersebut terus berulang bahkan hingga musim keempat. Walaupun sudah menyelamatkan dunia berkali-kali, mereka ialah sumber masalah dari segalanya. Oleh karena itu, sulit rasanya untuk terus menyukai karakter-karakter utama ini.
Padahal, karakter-karakternya punya kepribadian menarik yang sangat berbeda satu sama lain. Dengan segala kecerdasan dan kewibawaannya, Five mungkin paling menarik dengan akting Gallagher yang sangat karismatik walau ia jadi pemeran utama termuda. Klaus memiliki keunikan tingkah laku dan Robert Sheehan sempurna menampilkan keflamboyanannya. Karakter utama lainnya di Umbrella juga sangat unik. Sayangnya dalam empat musim, mereka semua hampir stagnan.
Rasanya, hal ini seharusnya sudah disadari pada dua musim awal agar karakter-karakter ini memiliki perjalanan dan perkembangan: hal yang selalu menjadi faktor besar dalam meningkatkan kualitas cerita. Viktor/Vanya (Elliott Page) mungkin jadi karakter dengan perkembangan terbesar. Namun, tetap saja, sifat kearoganan dan keegoisan layaknya anak-anak Viktor, juga karakter-karakter utama lainnya, membuat sulit untuk bersimpati. Hal ini pun berimbas pada perasaan kosong pada adegan pamungkas yang seharusnya jadi momen paling emosional serial ini.
Dari segi penceritaan, musim keempat ini takterlalu berbelit seperti musim kedua atau musim ketiga. Ceritanya terasa lebih normal dan takbanyak tersangkut pada ruwetnya konsekuensi perjalanan waktu dan multisemesta. Di satu sisi menarik, sebab kehidupan normal pahlawan super ini jadi cara untuk membumikan mereka dan mendekatkan diri kepada penonton. Beberapa persoalan mereka pun terasa lebih dewasa dan komplikasi hubungan Five, Lila (Ritu Arya), dan Diego (David Castañeda), jadi persoalan menarik.
Bagaimanapun, di sisi lain, ini bukan ledakan yang kita harapkan pada musim final. Selain itu, repetisi pun kembali saat menyelesaikan resolusi terakhir. Begitu mereka kembali berkumpul, serial ini kembali terjegal dalam persoalan yang sama pada musim-musim sebelumnya. Setidaknya, di akhir kisah, ada sedikit perkembangan karakter kala mereka harus menghapus identitas mereka.